Berapa standart kelulusan bagi sekolah menengah saat ini.. 5.5? 6.0? Dari segi kuantitas pelajar yang lulus setiap tahunnya memeang cukup terbilang memuaskan bagi pemerintah.Tak terkecuali bagi sebagian pelajar yang mengaku cukup mudah jika hanya berjuang untuk mendapatkan nilai kelulusan yang ditetapkan sebagai standart.Untuk jangka pendek, bisa dikata dua belah pihak dapat saling bermutualisme. Pemerintah yang diwakili Departemen Pendidikan cukup puas dengan jumlah pelajar yang lulus meningkat pada setiap tahunnya. Dilain sisi, para pelaku pendiudikan dapat menrasakan “mudahnya” meraih tamat belajar dengan kualitas ujian yang bisa dikatakan cukup rendah.
Dari data yang penulis peroleh, prosentase kelulusan setiap tahunnya dapat dikatakan masih tidak konsisten, meskipun setiap tahun, Departemen Pendidikan menaikkan nilai standart kelulusan. Sebagai mana yang penulis lihat dari data Departemen Pendidikan bahwa pada tahun 2008, dari jumlah sekitar 3,5 juta siswa SMP di Indonesia, yang lulus hanya berkisar dikisaran angka 1 juta.
FAKTA SEBENARNYA
Pemerintah, pelaku pendidikan, dan masyarakat umum boleh saja sedikit bernapas lega dengan data tersebut. Tetapi fakta yang penilis peroleh dari berbagai sumber -termasuk pengalaman pribadi penulis- mengatakan adanya penurunan kualitas soal dari tahun ke tahun. Disinilah terdapat “kecurangan” disengaja yang bertujuan mengelabui masyarakat umum. Memang benar standart kelulusan naik kurang lebih 0.5 setiap tahunnya, ditambah statistika yang cukup signifikan dari presentase jumlah pelajar yang lulus setiap tahunnya, akan tetapi jika dilihat dari fakta pendapat yang penulis kemukakan tadi, maka sebenarnya sama saja kualitas pendidikan kita masih jalan ditempat. Terkesan sia sia belaka jika rapot bagus Departemen Pendidikan ini harus dinodai dengan “kecurangan” yang disengaja untuk mengelabui masyarakat umum.
Mari agar lebih jelas, kita bandingkan soal ujian pada kurun waktu tertentu..
Lalu apa dampak jangka pendek dari masalah ini?
Jangka pendek dari sistem pendidikan indonesia yang tidak kompeten ini akan berakibat pada cara pandang guru, murid dan semua pelaku pendidikan lain dengan sebelah mataq. Mereka tidak memiliki sebuah semangat yang tinggi dikarenakan standart nilai kelulusan yang terbilang rendah, soal soal ujian yang terbilang cukup mudah, dan ujung ujungnyaakn berdampak tidak langsung dengan mutu pendidikan yang rendahdan miskin inovasi.
Jika dampak jangka pendeknya telah bergerak sebegitu buruknya, maka dampak jangka panjangnya dapat lebih parah lagi. Jika sistem yang tidak kompeten ini masih dipertahankan,secara umum hasil dari tempaan pendidikan yang dialami pelajar di bangsa ini akan sulit bersaing dengan tuntutan para pembuka lowongan pekerjaan. Kebanyakan lulusan di indonesia –jika kita beracu pada sitim kurikulum dan standart kelulusan saat ini- tidak memiliki kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh para wirausahawan dan para investor, seperti berani mengambil resiko,peka dengan kondisi pasar dan kreativ.
Menurut Daniel M Rosyid, warga negara dari hasil kualitas pendidikan yang rendah juga berpengaruh pada tingkai investasi atau penanaman modal pada negara tersebut. Mengapa bisa demikian? Pasalnya salah satu dari investasi sebuah negara adalah kemampuan bakat dan talenta masyarakan suatu bangsa. Warga yang tidak terampil, indisipliner tidak bisa bekerja dengan cekatan hingga kemampuan berbahasa asing yang tidak memadahi merupakan suatu kerugian bagi investasi para pemilik modal.
Dampak Jangka Panjangnya
Sehingga pada akhirnya, kalau banyak pelajar yang lulus setiap tahunnya dengan kemampuan tidak terasah dengan baik, maka pintu pengangguran akan segera terbuka.beberapa syarat lowongan pekerjaan tidak akan mampu dipenuhi oleh para lulusan pencari kerja. Makin bertambahnya kemiskinan semakin bertambah adalah sebagian harga yang harus dibayar mahal oleh bangsa ini atas sistem pendidiakan yang kurang kompeten.dan dalam banyak kasus, masyarakan miskin juga masih harus menanggung beban biaya pendidikan yang mahal. Akibat kebijakan para birokrat Indonesia yang tidak berorientasi pada kaum miskin. Hal ini terlihat dengan dari kurun waktu 60 tahun lebih negara ini merdeka, baru pada tahun 2009 pemerintah bisa mengalokasikan 20% dan pendidikan dari APBN, sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.
Alhasil tidak bisa dipungkiri masyarakat miskin -yang jumlahnya ditaksir sekitar 41 juta- akan tetap memproduksi generasi miskin materi dan miskin ilmu, jika kita mengacu pada keadaan saat ini dimana pendidikan masah terlampau sulit untuk dijangkau oleh mereka. Banyak anak putus sekolah, terjerembab pada lingkungan yang tidak mendukung dalam bidang pendidikan, hingga keputus asaan akan tidak adanya jaminan lapangan kerja akan terus menyelimuti bangsa ini.
PENUTUP
Sangat sulit berharap bangsa ini memiliki kesejahteraan, jika faktor awal pembuka kesejahteraan batiniyah dan lahiriyah masih sulit didapatkan oleh hampir sebagian penduduk di Negara ini.
0 komentar:
Post a Comment
Comment Here !