Setelah berfikir cukup lama tentang artikel apa lagi yang harus penulis tulis dan cantumkan di blog, akhirnya muncul ide untuk mencantumkan tokoh yang penulis lihat ideal untuk dicantumkan. Karena tema blog ini adalah pendididkan, maka penulis akan menampilkan tokoh yang cukup terkenal tetapi juga sarat dengan nuansa pendidikan.
Awalnya begini, penulis masih teringat dengan perkataan guru Seni Rupa yang mengajar di SMA Negeri1 jember. Singkatnya, guru yang juga mengajar di kelas penulis itu berkata bahwa keberhasilan suatu pendidikan dapt mengacu pada 4 aspek pokok dasar. Yang pertama adalah dari sistem pendidikan tersebut akan menghasilkan generasi yang edukatif, kedua normatif, kemudian aspiratif, dan yang terakhir menghasilkan manusia yang terampil dan inovatif.
Mrngacu pada 4 aspek diatas, akhirnya muncul 1 tokoh yang cukup terkenal dan terpilih untuk diuraikan biografinya lebih lanjut oleh penulis. Dia adalah Martin Luther King, Jr. alasannya sederhana, King menempuh pendidikan yang tinggi dan dia bukan hanya seorang yang cerdas, tetapi juga peduli akan kesejahteraan nasib para kaumnya.
KISAH
Martin Luther King lahir di atlanta, Georgia, bagian selatan Amerika, 1929. Daerah dimana persamaan hak asasi manusia untuk kaum Negro masih sulit ditemukan. Martin Luther King beruntukng lahir ditengah keluarga yang mapan, meskipun begitu ia tidak lupa dengan saudara-saudara lain yang kebanyakan masih menjadi budak.
Baru berusia 15 tahun, King telah menempuh pendidikan di Morehouse College di Atlanta Georgia. Ditengah waktu studinya, ia sempatkan untuk membaca buku karangan Henry David Thoreau dengan judul “Civil Disobedience”. Sejak saat itu ia tertarik dengan ide David tentang perlawanan tanpa kekerasan untuk menentang keadilan. Secara tidak langsung, buku itu telah mengilhaminya dalam memulai hari hari berikut King yang bersejarah.
Tiga tahun setelah Indonesia merdeka, 1948, King lulus dari MoreHouse dan masuk di Crozer Theological Seminary,Chester, Pennsykvania. Disana King menjadi siswa yang paling dikenal, dan yang terpenting, ia adalah orang negro pertama yang memimpin organisasi tertinggi disana. Martin Luther King adalah pemuda yang gemar membaca, ditengah kesibukannya, ai menemukan karya sastra dari pemimpin pergerakan India merdeka, Mahatma Gandhi, yang ilmu filosofinya secara garis besar dipengaruhi oleh Thoreau, yaitu perjuangan untuk menegakkan keadilan tanpa kekerasan.
Setelah studinya di Pennsylvania selesai, ia menempuh pendidikan di Universitas pennsylvania hingga Harvard University. Ia meraih gelar Doctor of Philosophy Degree di Universitas Boston. Disela sela ia menempuh pendidikan, ia berteman dengan Coretta Scott, seorang soprano singer dan menikah tahun 1953.
Layaknya kakek dan ayahnya, Martin Luther King paruh baya ia menjadi kepala gereja didaerah Montgomery Alabama, bagian selatan Amerika. Didaerah kaya akan perbudakan itu, Dr Martin Luther King menjadi pemimpin dari gerakan hak Asasi Manusia untuk kaum Negro.
Momen besar atas perjuangan Martin Luther King terjadi ketika seorang ibu penjahi baju bernama Rosa Park enggan untuk pindah dari kursi bagian depan yang seharusnya diperuntukkan untuk para kaum kulit putih. Rosa Park yang juga menjadi anggota gereja Martin Luther King akhirnya ditangkap dan dipenjarakan karena dituduh melanggar hukum dan menggangu ketertiban umum. Kejadian ini membuat marah para warga kulit hitam. Dengan dipromotori oleh Martin Luther King,sebuah perlawanan tanpa kekerasan diprakarsai dan di ilhami dari pergerakan pertentangan kepada kolonial Inggris di India oleh Mahatma Gandhi di mulai. King menyerukan kepada seluruh warga kulit hitam di Montgomery, Alabama untuk tidak menggunakan bus atau segala jenis angkutan umum. Sehingga kaum Negro lebih memilih menggunakan mobil pribadi mereka atau berjalan ber mil-mil jauhnya untuk berangkat kerja atau pergi kesekolah. Masyarakat luas menjadi geram atas perlakuan mereka.
Hingga pada akhirnya Mahkamah Agung mendeklarasikan bahwa tindakan mereka menentang hukum.
1959, ketika kekerasan semakin merebak, hingga terjadi pembunuhan warga kulitr hitam tanpa tersangka satupun, Dr Martin Luther King kembali ke Atlanta Georgia untuk mendirikan The Southern Christian Leadership Conference yang kemudian menjadi awal dari berdirinya Organisasi Persamaan Hak atau Civil Rights Organization di negara Amerika. Semua warga baik kulit hitam maupun putih bergabung menjadi anggota organisasi yang didirikan King tersebut.
1963, ia memimpin sebuah gerakan demokrasi masal menuju ibukota negara Washington,D.C. sejumlah 250.000 orang dari berbagai karakter, umur, agama, warna kulit dan Latar belakang berkumpul bersama di Lincoln Memorial –sebuah memorial untuk menghormati presiden tercinta yang telah memberikan kebebasan perbudakan bagi para kaum kulit hitam 100 tahun yang lalu.
Disana mereka menyanyikan sebuah lagu We Shall Overcome One Day sebelum pembicara utama Dr Martin Luther King berpidato.
Berikut adalah pidato yang terkenal itu:
Let us not wallow in the valley of despair, I say to you today, my friends.
And so even though we face the difficulties of today and tomorrow, I still have a dream. It is a dream deeply rooted in the American dream.
I have a dream that one day this nation will rise up and live out the true meaning of its creed: "We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal."
I have a dream that one day on the red hills of Georgia, the sons of former slaves and the sons of former slave owners will be able to sit down together at the table of brotherhood.
I have a dream that one day even the state of Mississippi, a state sweltering with the heat of injustice, sweltering with the heat of oppression, will be transformed into an oasis of freedom and justice.
I have a dream that my four little children will one day live in a nation where they will not be judged by the color of their skin but by the content of their character.
I have a dream today!
I have a dream that one day, down in Alabama, with its vicious racists, with its governor having his lips dripping with the words of "interposition" and "nullification" -- one day right there in Alabama little black boys and black girls will be able to join hands with little white boys and white girls as sisters and brothers.
I have a dream today!
I have a dream that one day every valley shall be exalted, and every hill and mountain shall be made low, the rough places will be made plain, and the crooked places will be made straight; "and the glory of the Lord shall be revealed and all flesh shall see it together."2
This is our hope, and this is the faith that I go back to the South with.
With this faith, we will be able to hew out of the mountain of despair a stone of hope. With this faith, we will be able to transform the jangling discords of our nation into a beautiful symphony of brotherhood. With this faith, we will be able to work together, to pray together, to struggle together, to go to jail together, to stand up for freedom together, knowing that we will be free one day.
And this will be the day -- this will be the day when all of God's children will be able to sing with new meaning:
My country 'tis of thee, sweet land of liberty, of thee I sing.
Land where my fathers died, land of the Pilgrim's pride,
From every mountainside, let freedom ring!
And if America is to be a great nation, this must become true.
And so let freedom ring from the prodigious hilltops of New Hampshire.
Let freedom ring from the mighty mountains of New York.
Let freedom ring from the heightening Alleghenies of Pennsylvania.
Let freedom ring from the snow-capped Rockies of Colorado.
Let freedom ring from the curvaceous slopes of California.
But not only that:
Let freedom ring from Stone Mountain of Georgia.
Let freedom ring from Lookout Mountain of Tennessee.
Let freedom ring from every hill and molehill of Mississippi.
From every mountainside, let freedom ring.
And when this happens, when we allow freedom ring, when we let it ring from every village and every hamlet, from every state and every city, we will be able to speed up that day when all of God's children, black men and white men, Jews and Gentiles, Protestants and Catholics, will be able to join hands and sing in the words of the old Negro spiritual:
Free at last! Free at last!
Thank God Almighty, we are free at last! 3x
Usaha dari Martin Luther king tidak sia-sia. Presiden paling Populer di amerika, John F Kennedy menerima dan mendukung pergerakan mereka. Tahun berikutnya setelah pidato Martin Luther King, Penghapusan ketidak setaraan Hak Asasi Manusia untuk para kaum kulit hitam mulai diberlakukan pada Bus, hotel dan sarana publik lainnya. Dan ditahun itu pulalah (1964) Dr. Martin Luther King menjadi orang Negro ketiga dan warga amerika ke 12 yang mendapatkan penghargaan Nobel untuk perdamain “for Leadership of The Nonviolent Struggle for Racial Equality”.
I965, usaha terakhir Dr. Marthin Luther King agar warga kulit hitam bisa memberikan hak pilihnya pada pemilihan umum menuai hasil positiv. Penulis sebut usaha terakhir dikarenakan pada musin semi, 4 April 1968, sebuah peluru tak bertuan menembus lehernya di sebuah hotel ketika ia akan mengadakan “great March” menuju Washington D.C. untuk menuntut low-cost housing dan pekerjaan untuk upah yang layak bagi para kaun Negro.
Memang sebuah peluru mengakhiri hidupnya, tetapi mimpi Martin luther king masih tersisa. Ketika ia dibunuh, umurnya masih 39 tahun. Dr. King nampaknya mengerti apa yang dibutuhkan kaumnya. Ia menunjukkan bahwa sebuah cita-cita dan harapan bisa berubah menjadi kenyataan.
AMANAH
Satu hal yang patut kita teladan dari kisah ini, Marthin Luther King tidak pernah sekalipun menggunakan kekerasan dalam setiap aksi demonya. Ia menggunakan cara diplomasi yang lebih efektif dari pada sebuah demo yang merusak fasilitas dan anarki. Dirinya memberikan warga kulit hitam Amerika kepercayaan ditengah keputus asaan dan tanpa harapan dimasanya. Dirinya memberikan kekuatan dan semangat. Ia memiliki sebuah cita cita dan mimpi yang bukan hanya dirinya yang menginginkannya, tetapi seluruh warga kulit hitam di Amerika, dan dia dapat mewujudkannya. Meskipun Ia haris harus menghadapi kebencian, ketidak adilan bahkan kematian yang tidak layak akibat dibunuh.
Inilah sebuah keberhasilan pendidikan, yang telah menumbuhkan sosok yang bukan hanya cerdas, tetapi juga peduli dengan keadaan. Seorang tokoh yang aspiratif, dan memiliki tanggung jawab moral atas ketidak adilan yang diterima kaumnya. Penulis bisa katakan bila dirinya meninggal sebagai martir –seseorang yang rela meninggal karena mempertahsankan prinsip.
Dari artikel ini, diharapkan kita sebagai generasi muda, akan peduli dan lebih pekaterhadap kepedulian sesama. Inilah hal yang seharusnya dicapai. Keberhasilan sebuah pendidikan juga seharusnya tidak melupakan aspek normatif berupa tanggung jawab terhadap sesama. Terlebih lagi jika kita lihat kisah Martin Luther King tersebut, pendidikan yang tinggi juga menjadikan dirinya sebagai sosok yang aspiratif dan peka.
Sumber: Buku Kumpulan Orang Paling Berpengaruh Di Dunia
0 komentar:
Post a Comment
Comment Here !